about me ...

Senin, 24 Mei 2010

Asthabrata



AJARAN ASTHABRATA pada awalnya merupakan ajaran yang diberikan olah Rama kepada Wibisana. Ajaran tersebut terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, tertuang pada pupuh 27 Pankur, jumlah bait 35 buah. Pada dua pupuh sebelumnya diuraikan kekalahan Rahwana dan kesedihan Wibisana. Disebutkan, perkelahian antara Rahwana melawan Rama sangat dahsyat. Seluruh kesaktian Rahwana ditumpahkan dalam perkelahian itu, namun tidak dapat menendingi kesaktian Rama. Ia gugur olah panah Gunawijaya yang dilepaskan Rama. Melihat kekalahan kakaknya, Wibisana segera bersujud di kaki jasad kakaknya dan menangis penuh kesedihan.
Demikian antara lain diungkapkan Prof. DR. Marsoo (52), Dosen Fakultas Budaya Jurusan Sastra UGM, di hadapan peserta sarasehan Jumat Kliwonan Lembaga Javanologi , pada 6 Juli 2001 y.l. Dalam sarasehan yang dihadiri 30 peserta, Marsono mengatakan, Rama menghibur Wibisana dengan memuji keutamaan rahwana yang dengan gagah berani sebagai seorang raja yang gugur di medan perang bersama balatentaranya. Oleh Rama, Raden Wibisana diangkat menjadi Raja Alengka menggantikan Rahwana. Rama berpesan agar menjadi raja yang bijaksana mengikuti delapan sifat dewa yaitu Indra, Yama, Surya, Bayu, Kuwera, Brama, Candra, dan Baruna. Itulah yang disebut dengan Asthabrata
Secara rinci Marsono menguraikan masing-masing ajaran dengan memberikan kutipan teks sebagaimana terdapat dalam Serat Rama Jarwa Macapat, Nitisruti dan Ramayana Kakawin Jawa Kuna.

1. Sang Hyang Indra adalah dewa hujan. Ia mempunyai sifat menyediakan apa yang diperlukan di bumi, memberikan kesejahteraan dan memberi hujan di bumi.
2. Sang Hyang Yama adalah Dewa Kematian. Ia membasmi perbuatan jelek dan jahat tanpa pandang bulu.
3. Sang Hyang Surya adalah Dewa Matahari. Sifatnya pelan, tidak tergesa-gesa, sabar, belas kasih dan bijaksana.
4. Sang Hyang Candra adalah dewa Bulai ia selalu berbuat lembut, ramah dan sabar kepad asiapa saja.
5. Sang Hyang Bayu adalah Dewa Angin. Ia bisa masuk ke mana saja ke seluruh penjuru dunia tanpa kesulitan. Segala perilaku baik atau jelek kasar atau rumit di dunia dapat dikethaui olehnya tanpa yang bersangkutan mengetahuinya. Ia melihat keadaan sekaligus memberikan kesejahteraan yang dilaluinya.
6. Sang Hyang Kuwera adalah Dewa Kekayaan. Sifatnya ulet dalam berusaha mengumpulkan kekayaan guna kesejahteraan warga masyarakatnya. Ia sebagai penyandang dana.
7. Sang Hyang Baruna adalah Dewa Samudera. Sifat Samudera bisa menampung seluruh air sungai dengan segala sesuatu yang ikut mengalir di dalamnya. Namun samudera tidak tumpah. Hynag Batuna seperti samudera bisa menampung apa saja yang jelek ataupun baik. Ia sabar dan berwawasan sangat luas, seluas samudera.
8. Sang Hyang Brama adalh dewa Api . sifat api bisa membakar menghanguskan dan memusnahkan benda apa saja. Ia pun dapat memberikan pelita dalam kegelapan Hyang Brama seperti api bisa membasmi musuh dan segala kejahatan sekaligus bisa menjadi pelita bagi manusia yang sedangdalam keadaan kegelapan.
Kalau dirangkum amanat asthabrata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin itu sebagai berikut : Dapat memberikan kesejukan dan ketentraman kepada warganya: membasmi kejahatan dengan tegas tanpa pandang; bersifat bijaksana, sabar , ramah dan lembut; melihat, mengerti dan menghayati seluruh warganya; memberikan kesejahteraan dan bantuan dana bagi warganya yang memerlukan; mampu menampung segala sesuatu yang datang kepadanya, naik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan; gigih dalam mengalahkan musuh dan dapat memberikan pelita bagi warganya. Ajaran ini tetap relevan bagi para pemimpin kita hingga kini sampai ke masa depan.
Menurut pembicara, sejak awal tarikh Masehi bangsa kita, utamanya India,melalui hubungan perdagangan. Hubungan itu memberikan pengaruh, diantaranya masuknya agama Hindu dan Budha. Candi Prambanan yang bersifat Hindu dan Borobudur yang bersifat Budha merupakan peninggalan paling moumental diantara peninggalan lain. Relief cerita Ramayana dipahatkan pada dinding langkan candi Siwa dan Brahma. Selain di Prambanan, cerita yang sama juga dipahatkan pada candi Penataran, jawa timur, sedang pada candi Borobudur yang dibangun dinasti Syailendra sekitar abad ke 8 terdapat relief cerita perjalanan sang Budha dalam menuju jenjang manusia sempurna.
Prasati Sukabumi yang bernagka tahun 804 M pertama kali ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Bersamaan dengan itu mulailah terjadi budaya penulisan cerita Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna.
Prof. DR. Purbacaraka berhasil menyalin dan menterjemahkan naskah Ramayana tertua yang sampai sekarang masih berupa tulisan ketikan. Prof. DR. Marsono menghimbau kepada yang berminat untuk membantu agar naskah itu dapat dicetak hingga dapat dinikmati oleh kalangan lebih luas
Ramayana di India banyak versinya, diantaranya versi walmiki dan Bhattikawya. Yang menjadi sumber penulisan Ramayana Kawin Jawa Kuna adalah Ramayana Bhattikawya (Purbacaraka, 1957), bukan Ramayana Walmiki. Dari India cerita Ramayana ini menyebar ke negara asia lainnya, seperti Indonesia, laos, Kamboja, Birma, thailand dan Filipina. Dimasing-masing tempat dan jaman cerita Ramayana itu diakulturisasikan dengan kebudayaan setempat dan jamannya. Di Indonesia sekarang, cerita Ramayana dipakai sebagai dasar pertunjukan wayang kulit maupun wayang orang serta pentas sendratari Ramayana yang dipentaskan di candi Prambanan
Berbagai buku peninggalan pujangga kita memuat cerita Ramayana, di antaranya Ramayana Kakawin Jawa Kuna (abad ke 9), Serat Rama Jarwa Macapat Jawa Baru oleh Yasadipura II (1882), Serat Nitisruti (1612), Babad Sangkala (abad ke 19), Serat Partawigena (abad ke 19). Teks lakon Wahyu Makutha Rama abad ke 20. Diorama gambar wayang di Museum Purnabakti TMII juga merupakan cerita Ramayana
Hastha berarti delapan sedangkan Brata berarti laku, watak atau sifat utama yang diambil dari sifat alam. Jadi arti Hastha Brata adalah delapan laku, watak atau sifat utama yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin atau siapa saja yang menjadi pemimpin di kantor, di sekolah, di masyarakat, di rumah bahkan sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri secara konsekuen. Delapan watak utama tersebut diambil dari sifat matahari , bulan, bintang, mendung, bumi, lautan (air), api dan angin.
Pertama sifat Matahari. Terang benderang memancarkan sinarnya tiada pernah berhenti. Segalanya diterangi, diberinya sinar cahaya tanpa pandang bulu. Sebagaimana matahari, seorang raja ( pemimpin) harus bisa memberikan pencerahan kepada rakyat, berhati-hati dalam bertindak seperti jalannya matahari yang tidak tergesa-gesa namun pasti dalam memberikan sinar cahayanya kepada semua mahluk tanpa pilih kasih.
Kedua sifat Bulan. Sebagai planet pengiring matahari bulan bersinar dikala gelap malam tiba, dan memberikan suasana tenteram dan teduh. Sebagaimana bulan, seorang pemimpin hendaknya rendah hati, berbudi luhur serta menebarkan suasana tentram kepada rakyat.
Ketiga sifat Bintang. Nun jauh menghiasi langit dimalam hari, menjadi kiblat dan sumber ilmu perbintangan. Seorang pemimpin harus bisa menjadi kiblat kesusilaan, budaya dan tingkah laku serta mempunyai konsep berpikir yang jelas. Bercita-cita tinggi mencapai kemajuan bangsa, teguh, tidak mudah terombang-ambing, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
Keempat sifat Mendung. Seakan-akan menakutkan tetapi kalau sudah berubah menjadi hujan merupakan berkah serta sumber penghidupan bagi semua makluk hidup. Seorang pemimpin harus berwibawa dan menakutkan bagi siapa saja yang berbuat salah dan melanggar peraturan. Namun disamping itu selalu berusaha memberikan kesejahteraan kepada rakyat sesuai dengan haknya.
Kelima sifat Bumi. Sentosa, suci, pemurah memberikan segala kebutuhan yang diperlukan makhluk yang hidup diatasnya. Menjadi tumpuan bagi hidup dan pertumbuhan benih dari seluruh makluk hidup. Sebagaimana bumi, seorang pemimpin seharusnya bersifat sentosa, suci hati, pemurah serta selalu berusaha memperjuangkan kehidupan rakyat yang tergambar dalam tutur kata, tindakan serta tingkah laku sehari-hari.
Keenam sifat Lautan. Luas, tidak pernah menolak apapun yang datang memasukinya, menerima dan menjadi wadah apa saja. Sebagaimana lautan seorang pemimpin hendaknya luas hati dan kesabarannya. Tidak mudah tersinggung bila dikritik, tidak terlena oleh sanjungan dan mampu menampung segala aspirasi rakyat dari golongan maupun suku mana pun serta bersifat pemaaf.
Ketujuh sifat Api. Bersifat panas membara, kalau disulut akan berkobar dan membakar apa saja tanpa pandang bulu, tetapi juga sangat diperlukan dalam kehidupan. Sebagaimana sifat api, seorang pemimpin harus berani menindak siapapun yang bersalah tanpa pilih kasih dengan berpijak kepada kebenaran dan keadilan .
Kedelapan sifat Angin. Meskipun tidak tampak tetapi dapat dirasakan berhembus tanpa henti, merata keseluruh penjuru dan tempat. Demikian juga hendaknya, seorang pemimpin . keberadaannya harus dapat dirasakan dihati rakyat maupun bawahannya, dan tiada henti-hentinya berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat atau bawahannya. Berupaya mengamati sampai kepelosok penjuru untuk mencari tahu segala hal yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian tidak ragu-ragu dalam menentukan kebijakan.
Pijakan Filosofi
Orang jawa dalam hidupnya menyerahkan diri kepada hukum Illahi dengan bertitik tolak pada penghayatannya terhadap alam semesta (makrocosmos/jagad besar) dan menjadikannya sebagai tempat belajar atau guru (dalam membaca situasi alam) sehingga mendapatkan . hikmah bagi dirinya (mikrocosmos/jagad kecil). Ketika melihat matahari, bulan, bintang dan benda-benda alam raya, maka yang ada dalam penghayatannya adalah ingin mengidentifikasikan kekuatan dan sifat-sifat benda-benda di alam raya tersebut untuk dihayati dalam upaya membangun keluhuran akhlak dan budi pekertinya.
Ajaran Hastha Brata pada dasarnya mengambil tamsil dari sifat kosmos yang mempunyai ciri-ciri berjalan sesuai dengan kodrat dan hukum Ilahi, serta tidak akan pernah menyimpang dari kodratnya. Misalnya matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat setiap hari. Unsur-unsur Hastha Brata secara mikrocosmos terdapat dalam diri manusia. Ketika manusia menyadari hal tersebut dan mengerti akan kodratnya, maka ia bisa memahami jati dirinya yang tergambar dalam tindakannya, sehinggga dalam berbuat segala sesuatu disesuaikan dengan posisi dan porsinya. Maka akan terbentuk individu-individu yang arif bijaksana, penuh pengertian, sabar dan ikhlas, yang wujud nyatanya adalah pengendalian diri. Ketika Hastha Brata kita rujuk kepada hukum-hukum alam, dan secara vertikal kita hadapkan pada Sang Pencipta, maka yang terjadi adalah sebuah kesadaran bahwa semua laku (kegiatan) yang kita lakukan merupakan sebuah ibadah.
Jika seluruh masyarakat Indonesia telah bertindak seperti yang diajarkan Hastha Brata dengan dilandasi keimanan kepada Tuhan yang maha esa sesuai dengan agama yang dipeluknya, maka ambisi, kecurigaan, kebohongan, kesewenang-wenangan, perbenturan kepentingan pribadi dan kelompok, perselisihan serta pertentangan antar Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan tidak akan terjadi. Dengan demikian ancaman disintegrasi bangsa tidak akan terjadi. Perwujudan cita-cita bersama membangun masyarakat yang bersatu berdaulat adil dan makmur akan segera tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar